Rasanya sudah lama saya tidak membaca fabel.
Sejauh yang bisa saya ingat, terakhir kali saya membaca cerita yang
tokoh-tokohnya binatang adalah waktu saya SD. Setelah itu, saya hanya membaca
cerita-cerita yang diperankan oleh manusia. Meskipun kadang-kadang, antara
sadar dan tidak sadar, saya melihat manusia-manusia yang saya baca dalam cerita
itu bertingkah laku seperti binatang dan mengingatkan saya akan fabel-fabel
yang pernah saya baca sewaktu kecil.
Agaknya itulah yang saya rasakan ketika
membaca Animal Farm karangan salah
seorang pengarang berkelas dunia, George Orwell. Saya dibawa kembali ke masa
kecil, masa-masa di mana saya melihat seekor gajah yang bicara pada seekor
semut, kancil yang mengelabui anjing dan ditipu oleh kura-kura, dan seterusnya.
Adalah Old Major, babi tua yang meniupkan
angin pemberontakan di antara para binatang. Ia menyadari bahwa tidak
seharusnya hidup mereka seperti hidup mereka sekarang: diatur dan dikendalikan
manusia, diperah, dijajah oleh manusia. Hidup mereka harus berubah. Revolusi
harus dilakukan. Para binatang bisa memiliki kesempatan untuk hidup lebih baik.
Sayangnya, karena masa hidupnya telah usai,
Old Major mati. Pemberontakan dilanjutkan oleh dua ekor babi yang di kemudian
hari menjadi rival: Snowball dan Napoleon. Snowball dengan kemampuannya
berpidato (dia adalah seekor babi yang smooth
talker) dan Napoleon yang diktator dan didampingi oleh Squealer si penasehat
dan juru bicara Napoleon. Di bawah arahan Snowball dan Napoleon, binatang-binatang
ternak Manor Farm (nama tempat tinggal mereka sebelum kelak berubah menjadi
Animal Farm, dan kembali menjadi Manor Farm di akhir cerita) berhasil mengusir
majikan mereka. Manor Farm diambil alih para binatang dan diubah namanya
menjadi Animal Farm. Seiring dengan kesuksesan pengusiran manusia itu, dibuatlah
serangkaian aturan yang harus dipatuhi oleh seluruh binatang. Di antaranya
adalah Seven Commandments, yang
berbunyi:
1. Whatever
goes upon to legs is an enemy
2. Whatever
goes upon four legs, or has wings is a friend
3. No
animal shall wear clothes
4. No
animal shall sleep in a bed
5. No
animal shall drink alcohol
6. No
animal shall kill any other animal
7. All
animals are equal
Membaca Animal
Farm, bagi saya, adalah membaca manusia. Lucunya, saya lebih memahami
tentang karakter setiap manusia, justru ketika mereka dikisahkan dalam wujud
binatang. Ada Snowball yang pintar, senang membaca buku, mahir menyusun
strategi, dan penuh perhitungan. Ada Napoleon yang licik dan culas. Ada
Squealer yang pandai bersilat lidah. Ada Benjamin yang tak peduli apapun. Ada
Mollie yang, bahkan ketika revolusi tengah berlangsung, masih peduli dengan
kecantikannya sendiri. Ada Boxer yang loyal dan pekerja keras. Ada domba-domba
yang mudah disetir bagai kerbau dicucuk idung (lucu sekali rasanya menggunakan
peribahasa yang mengandung binatang untuk binatang, tapi tujuannya membahas
manusia).
Tak banyak yang bisa katakan, sebenarnya,
selain bahwa saya hendak memuji kejeniusan George Orwell dalam menciptakan
simbol-simbol dan kemampuannya memunculkan ironi-ironi. Belum lagi kelihaiannya
merangkai plot yang membuat saya tak dapat melepaskan Animal Farm dari tangan saya. Saya terus membacanya, halaman demi
halaman, dan tertawa di banyak bagian, juga merenung terdiam di banyak bagian.
Saya tertawa melihat bagaimana sekumpulan binatang
berusaha untuk merebut tanahnya sendiri dan mendirikan negara di atasnya. Mereka
bahkan menggerek taplak meja berwarna hijau dan menjadikannya bendera: di atas
kain bendera itu digambarlah sebuah tanduk dan tapal kuda (mengingatkan saya
pada palu dan arit). Saya juga merenung lama ketika menyaksikan kehidupan
hewan-hewan di Animal Farm yang
lama-kelamaan ternyata kian memburuk, sepeninggal Jones majikan mereka. Terlebih
ketika Napoleon melakukan kudeta terhadap Snowball, tepat pada saat Snowball
melakukan pidato pembangunan kincir angin, yang ditujukan untuk meningkatkan
kemakmuran para binatang. Napoleon, si babi hitam, dengan anjing-anjingnya yang
berjumlah sembilan ekor, menyerang Snowball dan mengusirnya dari Animal Farm. Kini, para binatang berada
di bawah komando Napoleon.
Di bawah rezim kepemimpinan Napoleon, kehidupan
para binatang memburuk. Tapi Squealer, sang juru bicara, selalu saja bisa
melontarkan pernyataan-pernyataan yang membuat para binatang berpikir ulang
tentang keluhan-keluhan mereka. Waktu kerja yang dua kali lipat lebih lama,
jatah makanan berkurang, kata Squealer, adalah demi ketahanan Animal Farm agar Jones dan para manusia
tidak kembali menjajah mereka. Tentu saja para binatang tidak mau kembali
dijajah manusia. Namun, yang tidak segera mereka sadari, mereka justru dijajah
oleh jenis mereka sendiri.
Ketika para binatang mengendap-endap ke
balik kaca jendela rumah Jones, menyaksikan negosiasi dan perbincangan antara
Napoleon si babi dan Mr. Pilkington si manusia, mereka kebingungan melihat
wajah Napoleon dan Mr. Pilkington yang lambat laun menjadi mirip. Saya
membayangkan di akhir cerita Jones hidup lagi sebagai arwah dan berdiri di atas
podium, di depan hewan-hewan itu, lalu berkata dengan senyum yang khas:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar